Selasa, 28 Februari 2012

NILAI-NILAI DAN FILSAFAT PANCASILA


NILAI-NILAI DAN FILSAFAT PANCASILA

KELOMPOK I
*      KASMAWATI                      910312906211.040
*      IBRAHIM MANGKANA   910312906211.002
*      RISTA RALLY                    910312906211.035

PROGRAM STUDI SI GIZI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AVICENNA
KENDARI
2012

DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I. Pendahuluan
A.    Latar belakang
B.     Rumusan masalah
C.     Tujuan makalah
D.    Manfaat makalah
BAB II. Pembahasan
1.      Pengertian pancasila
2.      Kedudukan, fungsi, dan peranan pancasila
3.      Pancasila dalam pendekatan filsafat
4.      Makna pencasila sebagai dasar Negara
5.      Makna pancasila sebagai etika politik
6.      Makna implementasi pancasila sebagai ideology nasional
7.      Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional
BAB III. Penutup
A.    Kesimpulan
B.     Saran
Daftar pustaka



KATA PENGANTAR
            Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan banyak nikmatnya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah Kewarganegaraan ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Kewaganegaraan. Yang meliputi nilai tugas, nilai kelompok, nilai individu, dan nilai keaktifan.
            Pembuatan makalah ini menggunakan metode study pustaka, yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi Kewarganegaraan dari berbagai referensi. Kami gunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang kami susun dapat memberikan informasi yang akurat dan bisa dibuktikan.
            Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangannya.
            Kami ucapkan terima kasih kepada Irma Irayanti,SH.MPd, Sirfan.S,Tutu.SH, Ibrahim,SH sebagai pengajar mata kuliah Kewarganegaraan yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Tidak pula kepada rekan – rekan yang telah ikut berpartisipasi. Sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi penulis maupun bagi para pembaca. Terima kasih.
                                                                                    Kendari, februari 2012


                                                                                                Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
            Setiap negara harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan fundamen atau pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan berdirinya negara itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, berakibat lemahnya negara tersebut. Sebagai dasar negara Indonesia, Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (filosofische gronslag dari negara), Staats fundamentele norm, weltanschauung dan juga diartikan sebagai ideologi negara (staatsidee). Negara kita Indonesia. Dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan bernegara ini dilandasi oleh filsafat atau ideologi pancasila. Fundamen negara ini harus tetap kuat dan kokoh serta tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau ideology berarti mengubah eksistensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut kuat atau lemahnya bangsa itu berpegang kepada dasar negaranya (Admin, 2010).
            Memahami peran Pancasila di era globalisasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis (Admin, 2010).

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian pancasila
2.      Kedudukan, fungsi, dan peranan pancasila
3.      Pancasila dalam pendekatan filsafat
4.      Makna pencasila sebagai dasar Negara
5.      Makna pancasila sebagai etika politik
6.      Makna implementasi pancasila sebagai ideology nasional
7.      Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional

C.     TUJUAN MAKALAH
1.      Tujuan  Umum
Untuk memahami nilai-nilai jati diri bangsa melalui pengkajian filsafat pancasila sehingga akan tumbuh kearifan yang integrative dalam dimensi kompetensi Kewarganegaraan  yakni civics knowledge, civics skills, civics commitment, civics convindence dan civics competence.
2.      Tujuan Khusus
§ Untuk memahami Pengertian pancasila
§ Untuk memahami Kedudukan, fungsi, dan peranan pancasila
§ Untuk memahami Pancasila dalam pendekatan filsafat
§ Untuk memahami Makna pencasila sebagai dasar Negara
§ Untuk memahami Makna pancasila sebagai etika politik
§ Untuk memahami Makna implementasi pancasila sebagai ideology nasional
§ Untuk memahami Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional

D.    MANFAAT MAKALAH
a. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Avicenna Kendari
 menambah keragaman ilmu pengetahuan sehingga visi dan misi STIK Avicenna dalam menghasilkan mahasiswa yang berkualiatas dapat terwujud
b. Bagi mahasiswa
 sebagai bahan tambahan ilmu pengetahuan dan menambah keragaman ilmu tentang pancasila yang dimiliki oleh mahasiswa sehingga dapat menghasilkan mahasis yang berkualitas.

c. Bagi penulis
sebagai tambahan wawasan bagi penulis mengenai pancasila sehingga penulis dapat meralisasikan dalam kehidupan sehari-sehari


















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pancasila
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
            Secara etimologis “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (Bahasa Kasta Brahmana), bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin : Pancasila” memiliki 2 macam arti secara leksikal “Panca” arinya lima“Syila” vocal i pendek artinya” satu sendi,”  “alas”, atau “dasar”. “Syila” Vokal i Panjang artinya “Peraturan tingakah laku yang baik, yang penting atu yang senonoh”. Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India pada kitab Suci Tri Pitaka yang terdiri dari 3 macam buku besar : Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitka. Ajaran Pancasila menurut Budha adalah merupakan 5 aturan (larangan) atau five moral principtes Pancasila berisi 5 larangan/ pantangan itu menurut isi lengkapnya :
§  Panati pada veramani sikhapadam sama diyani artinya “jangan mencabut nyawa makhluk hidup atau dilarang membunuh.
§  Dinna dana Veramani shikapadam samadiyani artinya “janganlah mengambil barang yang tiak diberikan”maksudnya dilarang mencuri.
§  Kemashu Micchacara Veramani shikapadam smadiyani artinya janganlah berhubungan kelamin, yang maksudnya dilarang berzina.
§  Musawada veramani sikapadam samadiyani, artinya janganlah berkata palsu atau dilarang berdusta.
§  Sura meraya masjja Pamada Tikana veramani, artinya jangan meminum minuman yang menghilangkan pikiran, yang maksud dilarang minum –minuman keras (Zainal Abidin, 1958 : 361)
            Perkataan Pancasila ditemukan dalam keropak Negara kertagama, yang berupa kakawin (syair pujian) dalam pujangga Istana bernama Empu Prapanca pada tahun 1365 kita temukan dalam surga 53 bait ke dua. Setelah majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar ke seluruh Indonesia maka sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal dalam masyarakat Jawa yang disebut dengan 5 larangan/Lima pertentangan “moralitas, Yaitu dilarang
§  Mateni artinya membunuh
§  Maling artinya mencuri
§  Madon artinya berzina
§  Mabok, meminum-minuman keras atau menghisap candu
§  Main artinya berjudi.
2. Pengertian Pancasila secara Historis
            Proses Perumusan Pancasila diawali dalam siding BPUPKI I dr. Radjiman Widyadiningrat, tiga orang pembicara yaitu Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno memberi nama Pancasila yang artinya 5 dasar pada pidatonya dan tanggal 17 Agustus 1945 memproklamasikan kemerdekaan, 18 Agustus dimana termuat isi rumusan 5 prinsip dasar negara yang diberi nama Pancasila, sejak itulah istilah Pancasila menjadi B. Indonesia dan istilah umum. Adapun secara terminology histories proses perumusan Pancasila sebagai berikut:
§  Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1945).
ü  Lima Asas Dasar Negara Indonesia Merdeka :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4.  Peri Kerakyatan
5.  Kesejahteraan Rakyat.
ü  Rancangan UUD tersebut tercantum 5 asas dasar negara yang rumusannya :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
§  Ir. Soekarno (1 Juni 1945).
5 asas dasar negara Indonesia :
1. Nasionalisme atau kebangsaan Indonesia
2. Internasional atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
           Selanjutnya kalau menyusulkan bahwa 5 sila tersebut dapat diperas menjadi “Tri Sila
1. Sosio Nasional yaitu “Nasionalisme dan Internasionalisme.
2. Sosio Demokrasi yaitu “Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat”
3. Ketuhanan YME
           Diperas lagi menjadi “Eka Sila” atau satu sila yang intinya adalah “gotong-royong”
§  Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Rumusan Pancasila :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.  Pengertian Pancasila Secara Terminologis
                  Pada siding PPKI tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara RI yang dikenal dengan UUD 1945. adapun UUD 1945 terdiri dari 2 bagian yaitu pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal 1 aturan peradilan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 aturan tambahan terdiri atas 2 ayat.
                  Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia terdapat pula rumusan-rumusan pancasila sebagai berikut :
a)      Dalam konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) Berlaku tanggal 29 Desember 1949 s/d 17 Agustus 1950, tercantum rumusan Pancasila yaitu Ketuhanan YME, Pri Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial.
b)       Dalam UUD (undang-undang dasar sementara 1950), berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959, rumusan Pancasila yang tercantum dalam konstitusi RIS yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan sosial.
            Yakni Tuhan Yang Maha Esa sebagai asas fundamental dalam kesemestaan yang kemudian juga dijadikan fundamental kenegaraan yaitu negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian pula asas kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia dan seterusnya dimana nilai nilai tersebut secara bulat dan utuh mencerminkan asa kekeluargaan, cinta sesama dan cinta keadilan. Berdasarkan asa-asa fundamental ini, maka disarikan pokok-pokok ajaran filsafat pancasila menurut Lapasila IKIP Malang (yang saat ini menjadi Universitas Malang) sebagai berikut :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Budinurani manusia
3. Kebenaran
4. Kebenaran dan keadilan
5. Kebenaran dan keadilan bagi bangsa Indonesia.
            Dalam perkembangan selanjutnya pancasila tetap tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang susunan sila-silanya sebagai berikut :
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa
2)      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3)      Persatuan Indonesia
4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5)      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

B. Kedudukan, fungsi, dan peranan pancasila
            Universal yang praktis (tidak utopis) serta bersumber pada nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka keanekaragaman fungsi Pancasila tersebut merupakan konsekuensi logis dari esensinya sebagai satu kesatuan sistem filsafat (philosophical way of thinking) milik sendiri yang dipilih oleh bangsa Indonesia untuk dijadikan dasar negara (dasar filsafat negara atau philosophische gronslaag negara dan atau ideologi negara/ staatside).
            Meskipun demikian, dalam tugas dan kewajiban luhur melaksanakan serta mengamankan Pancasila sebagai dasar negara itu, kita perlu mewaspadai kemungkinan berjangkitnya pengertian yang sesat mengenai Pancasila yang direkayasa demi kepentingan pribadi dan atau golongan tertentu yang justru dapat mengaburkan fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara. Karena itu tepatlah yang dianjurkan Darji Darmodihardjo berdasarkan pengalaman sejarah bangsa dan negara kita, yaitu bahwa “… dalam mencari kebenaran Pancasila sebagai philosophical way of thinking atau philosophical system tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan persengketaan apalagi perpecahan.”
            Pancasila diharapkan tidak dimengerti melulu sebagai indoktrinasi yang bersifat imperatif karena fungsi pokoknya, tetapi yang juga perlu diintenalisasi ke dalam batin setiap dan seluruh warga negara Indonesia karena ‘fungsi penyertanya’ yang justru merupakan sumber Pancasila sebagai dasar negara.
            Dipandang dari segi hukum, kedudukan dan fungsi dasar negara dalam pengertian yuridis-ketatanegaraan sebenarnya sudah sangat kuat karena pelaksanaan dan pengamalannya sudah terkandung pula di dalamnya. Tetapi tidak demikian halnya dengan Pancasila secara multidimensional.
            Sebagaimana kita ketahui dari sejarah kelahirannya, Pancasila digali dari sosio-budaya Indonesia, baik secara perorangan maupun kolektif, kemudian ditetapkan secara implisit sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Mengenai kekokohan Pancasila yang bersifat kekal-abadi (Pancasila dalam arti statis sebagai dasar negara), Ir. Soekarno mengatakan: “Sudah jelas, kalau kita mau mencari suatu dasar yang statis, maka dasar yang statis itu haruslah terdiri dari elemen-elemen yang ada jiwa Indonesia.”
            Namun Pancasila bukanlah dasar negara yang hanya bersifat statis, melainkan dinamis karena ia pun menjadi pandangan hidup, filsafat bangsa, ideologi nasional, kepribadian bangsa, sumber dari segala sumber tertib hukum, tujuan negara, perjanjian luhur bangsa Indonesia, yang menuntut pelaksanaan dan pengamanannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam praksis kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, peranan atau implementasi Pancasila secara multidimensional itu dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
§  Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi dasar/ tumpuan dan tata cara penyelenggaraan negara dalam usaha mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia.
§  Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila menghidupi dan dihidupi oleh bangsa Indonesia dalam seluruh rangkaian yang bulat dan utuh tentang segala pola pikir, karsa dan karyanya terhadap ada dan keberadaan sebagai manusia Indonesia, baik secara individual maupun sosial. Pancasila merupakan pegangan hidup yang memberikan arah sekaligus isi dan landasan yang kokoh untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia.
§  Sebagai filsafat bangsa, Pancasila merupakan hasil proses berpikir yang menyeluruh dan mendalam mengenai hakikat diri bangsa Indonesia, sehingga merupakan pilihan yang tepat dan satu-satunya untuk bertingkah laku sebagai manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai budaya bangsa yang terkandung dalam Pancasila telah menjadi etika normatif, berlaku umum, azasi dan fundamental, yang senantiasa ditumbuhkembangkan dalam proses mengada dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
§  Sebagai ideologi nasional, Pancasila tidak hanya mengatur hubungan antarmanusia Indonesia, namun telah menjadi cita-cita politik dalam dan luar negeri serta pedoman pencapaian tujuan nasional yang diyakini oleh seluruh bangsa Indonesia.
§  Sebagai kepribadian bangsa, Pancasila merupakan pilihan unik yang paling tepat bagi bangsa Indonesia, karena merupakan cermin sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri sejak adanya di bumi Nusantara. Secara integral, Pancasila adalah meterai yang khas Indonesia.
§  Sebagai sumber dari segala sumber tertib hukum, Pancasila menempati kedudukan tertinggi dalam tata perundang-undangan negara Republik Indonesia. Segala peraturan, undang-undang, hukum positif harus bersumber dan ditujukan demi terlaksananya (sekaligus pengamanan) Pancasila.
§  Sebagai tujuan negara, Pancasila nyata perannya, karena pemenuhan nilai-nilai Pancasila itu melekat erat dengan perjuangan bangsa dan negara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga kini dan di masa depan. Pola pembangunan nasional semestinya menunjukkan tekad bangsa dan negara Indonesia untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
§  Sebagai perjanjian luhur, karena Pancasila digali dari sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri, disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai milik yang harus diamankan dan dilestarikan. Pewarisan nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus adalah kewajiban moral seluruh bangsa Indonesia. Melalaikannya berarti mengingkari perjanjian luhur itu dan dengan demikian juga mengingkari hakikat dan harkat diri kita sebagai manusia(Admin, 2010).
            Kedudukan pancasila sebagai sumber segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum dapat dijabarkannya suatu sistem dalam sturktur fungsi pancasila sebagai:
  1. Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia.
  2. pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam pembukaan UUD 1945 dijabarkan dalam empat pokok pikiran.
  3. Mewujudkan cita-cita sebagai dasar hukum yang tertulis maupun tidak tertulis.
  4. Pancasila mengandung norma yang mengharuskan UUD 1945 dengan isi yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara yang lain termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional memegang teguh cita-cita rakyat yang bermoral luhur.
  5. Pancasila sebagi sumber semangat kebangsaan bagi UUD 1945, penyelenggara negara , pelaksana pemerintah, termasuk penyelenggara parati dan golongan fungsional.
            Oleh karena itu, dengan semangat kebangsaan yang tinggi dan luhur itu dilandaskanlah suatu konsep kebangsaan yang diberi nama Pancasila. Lima sila yang berarti bangsa Indonesia.
C. Pancasila dalam pendekatan filsafat
            Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan
filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
mendalam mengenai Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara
ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia (Syarbaini, 2003). Untuk dapat memahami secara
mendalam dan mendasar akan falsafah Pancasila, dimulai dengan menganalisis
inti serta hakikat dari sila-sila yang membentuk Pancasila tersebut.
Pengertian Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya adalah suatu nilai
(Kaelan, 2000). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea IV adalah sebagai berikut:
ü  Ketuhanan Yang Maha Esa
ü  Kemanusiaan yang adil dan beradab
ü  Persatuan Indonesia
ü  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
ü  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
           Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai yang merupakan perasaan dari sila-sila Pancasila tersebut adalah: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai itu selanjutnya menjadi sumber nilai bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara Indonesia. Secara etimologi, nilai berasal dari kata value (Inggris) yang berasal dari kata valere (Latin) yang berarti kuat, baik, berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai (value) adalah sesuatu yang berguna.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik, dan berguna bagi manusia.
Nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas yang menyangkut jenis dan
minat. Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal
yang menjadi dasar penentu tingkah laku manusia, karena suatu hal itu
berguna (useful), keyakinan (belief), memuaskan (satisfying), menarik
(interesting), menguntungkan (profitable), dan menyenangkan (pleasant).
v  Pancasila Adalah Suatu Filsafat
           Sesuatu dapat diklasifikasikan sebagai suatu filsafat jika memenuhi ciri-ciri. Demikian pula agar pancasila merupakan suatu filsafat harusmemenuhi syarat-syarat pengertian dan ciri-ciri filsafat. Beberapa pendapat yang mengatakan bahwa pancasila adalah suatu filsafat.
a)      Pendapat Muh. Yamin
Dalam bukunya naskah persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Muh. Yamin (1962) menyebutkan : ”Ajaran Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistema filsafah.
b)      Pendapat Soediman Kartohadiprodjo
Dalam bukunya yang berjudul Beberapa pemikiran seputar pancasila, soedirman kartohadiprodjo (1969) mengemukakan : Pancasila itu disajikan sebagai pidato untuk memenuhi permintaan memberikan dasar filsafat negara, maka disajikannya pancasila sebagai filsafat, seperti halnya sebuah buah- buahan diberikan lalu dimakan dengan keyakinan bahwa suatu penyakit tadi dapat diberantas, jadi sebagai obat maka buah-buahan tadi adalah obat pula. Pada saat itu maka pancasila masih merupakan filsafat negara. Karena itu dapatlah dimengerti, kalau filsafat pancasilla ini dibawakan sebagai inti-intinya hal-hal yang berkenaan dengan manusia, disebabkan negara itu adalah manusia, organisasi manusia. Dikiranya semua bahwa pancasila ini adalah ciptaan Ir. Sukarno, tetapi ternyata Ir. Sukarno menolakya disebut sebagai pencipta pancasila, melainkan mengatakan bahwa pancasila adalah isi jiwa bangsa indonesia. Kalau suatu filsafat itu adalah isi jiwa (sesuatu) bangsa”, maka filsafat itu adalah filsafat bangsa tadi. Jadi pancasila itu adalah filsafat bangsa indonesia.
c)      Pendapat Notonagoro, Dalam lokarya pengalaman pancasila di yogyakarta, notonagoro (1976) antara lain mengatakan : Dinyatakan dalam kalimat keempat dalam pembukaan undang-undang dasar 1945, bahwa disusunlah kemerdekaan kebangsaan indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara indonesia yang tebentuk dalam suasana susunan Negara Republik Indonesia yang bekedaulatan dengan berdasar kepada :
Ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Kata-kata”dengan berdasar kepada” menentukan kedudukan pancasila dalam negara republik indonesia sebagai dasar negara, dalam pengertian”dasar filsafat”. Sifat kefilsafatan dari dasar negara ini terwujudkan dalam rumus abstrak dari kelima sila dari pancasila yang kata-kata intinya ialah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
d)     Pendapat Rosian Abdoelgani, Dalam bukunya resapkan dan amalkan pancasila, Roeslan Abdoelgani (1962) antara lain mengatakan :
Pacasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai Colektive-ideologie dari seluruh bangsa indonesia. Di dalam kajian-kajian dari dalam masih mengandung ruang yang luas untuk berkembangnya penegasan-penegasan lebih lanjut. Dalam fungsinya ia bertahan sebagai fundamen negara, ia telah bertahan terhadap segala ujian baik yang datang dari kekuatan contra-revolusioner maupun yang datang dari kekuatan extreem. Dalam pancasila tercapailah keseimbangan nilai rokhaniah dan jasmaniah dari manusia Indonesia

D. Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
      Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
  1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
E. Makna Pancasila Sebagai Etika Politik
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sepertinya pengertian Etika diatas kurang lengkap, karena nilai-nilai itu harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan. Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.Etika politik sebagai cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan hubungan politik itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi (blog lintang, 2010).
            Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandilbesar.
Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan(blog lintang, 2010).
            Secara etimologi, politik adalah strategi. Ia dapat dimaknai sebagai sebuah penggalian kemampuan manusia untuk menggunakan kemampuan daya pikirnya dalam upaya proses perubahan. Secara terminologi, politik berarti memerdekakan manusia dari segala bentuk ketidakadilan, penindasan, kemiskinan, dan kebodohan. Maka, pada tataran substansi, politik tentu tidak kejam, ia juga tidak berisi permusuhan, apalagi penghancuran manusia. Politik mengenal etika, justru peduli terhadap kaum minoritas, kaum tertindas, dan berbicara atas kepentingan kolektif (masyarakat) secara jujur dan sungguh-sungguh(blog lintang, 2010).
            Politik tak beretika, salah satunya adalah karena makna politik tidak lagi dipahami sebagai sebuah distribusi kekuasaan yang salah satu agendanya adalah kesejahteraan rakyat. Berbicara politik lebih berorientasi untuk mengejar materi yang jembatannya adalah kekuasaan itu sendiri. Politik pun akhirnya bicara soal mata pencaharian yang instant. Kekuasaan politik dikejar tak lebih untuk memperoleh pekerjaan dan jabatan.
            Budaya politik yang cendrung antagonis itu, pada akhirnya sering membenarkan kekerasan sebagai panglima digjaya. Ketamakan dan kehausannya berwujud dalam sikap korupsi, pengabaian kemiskinan, kesenjangan sosial, keberagaman, impunity dan feodalisme kekuasaan yang mengangkangi hukum, dan pengabaian pada sejarah kekerasan di masa lalu dengan mengubur ingatan sosial(blog lintang, 2010).
            Mengingat tantangan etika politik ke depan adalah, soal kemiskinan, ketidakpedulian, korupsi, kekerasan sosial, terutama terhadap perempuan, maka banyak strategi yang harus dilakukan. Pertama, meretas etika politik itu sedini mungkin melalui lingkungan keluarga: membiasakan pola relasi yang seimbang antara dua jenis manusia, menghargai keberagaman, dan perbedaan pendapat, terutama sejak anak-anak masih kecil (blog lintang, 2010).
            Kedua, memperkuat lembaga-lembaga strategis seperti pemerintahan daerah hingga gampong, lembaga adat dan lembaga agama dengan mengintegrasikan etika politik di dalamnya, juga terhadap peraturan-peraturan internal partai baik AD/ART, program dan peraturan-peraturan partai lainnya. Ketiga, memperkuat komunitas di tingkat akar rumput, terutama perempuan agar melek politik, serta adanya peraturan yang tegas dan dijamin dalam hukum (berupa sangsi) yang ketat terhadap proses-proses pengambilan kebijakan yang tidak menyertakan perempuan di setiap institusi.
            Keempat, perlu memotivasi perempuan untuk bersedia mengambil peran dalam kancah politik melalui sosialisasi, advokasi dan fasilitasi bagi kader politik perempuan, pematangan konsensus bersama untuk mewujudkan keadilan bersama, perempuan dan laki-laki. Kelima, yang lebih signifikan adalah, membangun proses penyadaran akan pentingnya etika politik dalam setiap lapisan masyarakat(blog lintang, 2010).
     
F. Makna Implementasi Pancasila Sebagai Ideology Nasional
v  Pengertian Ideologi
            Berdasarkan etimologinya, Ideologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu Idea berarti raut muka, perawakan, gagasan dan buah pikiran dan Logia berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau science des ideas. Pengertian Ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan seperti:
§  Bidang politik, termasuk bidang hukum, pertahanan dan keamanaan.
§  Bidang social
§  Bidang kebudayaan
§  Bidang keagamaan
            Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan  dan kenegaraan. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohaniaan, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarisakan kepadagenerasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban. Menurut Alfian kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang ada pada ideologi tersebut yaitu : Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil hidup di dalam serta bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat atau bangsanya. Dimensi idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari. Dimensi fleksibilitas/dimensi pengembangan, yaitu ideology tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Dengan demikian Pancasila memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga ideologi Pancasila senantiasa hidup, tahan uji dan fleksibel terhadap perubahan jaman dari masa ke masa. Karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan bangsa Indonesia sebagai Pandangan hidup dan kepribadiannya maka menempatkan Pancasila sebagai ideologi bangsa sekaligus sebagai ideologi negara. Pancasila sebagai ideologi negara memiliki makna : Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan. Mewujudkan satu azas kerohanian pandangan dunia, pandangan hidup yang harus dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi penerus bangsa, diperjuangkan dan dipertahankan dengan semangat nasionalisme (blog Bemby, 2010).
            Dalam proses reformasi, MPR melalui sidang istimewa tahun 1998, kembali menegaskan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam TAP MPR No. XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses reformasi, yang meliputi rakyat (Sila keempat) juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan , Kerakyatan dan Keadilan Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang selalu berkembang (blog Bemby, 2010).

G. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional
            Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigm sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut. Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut. Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan.
            Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia (Masyhuri Arifin, 2008).

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
            Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normative menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideology nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan. Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
§  susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
§   sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus social
§  kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
            Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas. Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan (Masyhuri Arifin, 2008).
a)      Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
            Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat
manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas
kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik
didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena
itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral
ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral
keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik
yang santun dan bermoral(Masyhuri Arifin, 2008).
b)     Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
            Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga Negara (Masyhuri Arifin, 2008).
c)      Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
            Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat  tuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam si seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterimasebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan social (Masyhuri Arifin, 2008).
d)     Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan Keamanan
            Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri. Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma
pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana
tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam
undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada
falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Masyhuri Arifin, 2008).


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
  • Pancasila secara arti kata pancasila mengandung arti, panca yang berarti lima “lima” dan sila yang berarti “dasar”. Dengan demikian pancasila artinya lima dasar.Tetapi di sini pengertian pancasila berdasarkan sejarah pancasila itu sendiri. Apabila kita ingin benar-benar melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuan, maka kita tidak saja harus melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal dari Batang Tubuh (the body of the konstitutin) atau lebih dkenal isi dari UUD 1945 itu, tetapti juga ketentuan-ketentuan pokok yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena pembukaan UUD 1945 (walaupun tidak tercantum dalam satu dokumen dengan Batang Tubuh UUD 1945, seperti konstitusi (RIS) atau UUDS 1950 misalnya), adalah bagian mutlak yang tidak dipisahkan dari Konstitusi Republuk Indonesia Tahun 1945; pembukaan dan Batang Tubuh kedua-duanya telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustua 1945
  • Keanekaragaman fungsi Pancasila merupakan konsekuensi logis dari esensinya sebagai satu kesatuan sistem filsafat (philosophical way of thinking) milik sendiri yang dipilih oleh bangsa Indonesia untuk dijadikan dasar negara (dasar filsafat negara atau philosophische gronslaag negara dan atau ideologi negara/ staatside). Dipandang dari segi hukum, kedudukan dan fungsi dasar negara dalam pengertian yuridis-ketatanegaraan sebenarnya sudah sangat kuat karena pelaksanaan dan pengamalannya sudah terkandung pula di dalamnya. Tetapi tidak demikian halnya dengan Pancasila secara multidimensional.
  • Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi dasar/ tumpuan dan tata cara penyelenggaraan negara dalam usaha mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia.
  •  Sebagai filsafat bangsa, Pancasila merupakan hasil proses berpikir yang menyeluruh dan mendalam mengenai hakikat diri bangsa Indonesia, sehingga merupakan pilihan yang tepat dan satu-satunya untuk bertingkah laku sebagai manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai budaya bangsa yang terkandung dalam Pancasila telah menjadi etika normatif, berlaku umum, azasi dan fundamental, yang senantiasa ditumbuhkembangkan dalam proses mengada dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
  • Makna Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila itu menjadi cita-cita normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Dengan kata lain, visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan, yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan, dan yang ber-Keadilan. Pancasila sebagai ideologi nasional selain berfungsi sebagai cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama, karena itu juga berfungsi sebagai sarana pemersatu masyarakat yang dapat memparsatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia(admin, 2010).
  • Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar, Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan.
  • Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif
    menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional
    yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan

B. SARAN
           Pancasila merupakan dasar Negara dan ideology seluruh masyarakat Indonesia, namun pada kenyataannya paradigma yang di anut oleh masyarakat mengnai pancasila sudah mulai memudar, dengan banyaknya konflik-konflik yang terjadi di masyarakat di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Untuk itu dengan di tulisnya makalah ini diharapkan dapat merubah paradigma dan pola pikir masyarakat mengenai pancasila, sehingga terbentuklah masyarakat madani.









DAFTAR PURTAKA
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Posted on by Masyhuri Arifin
http://www.blogger.com/Pancasila sebagai Dasar Negara/Posted on by Ruhcitra
Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pantjoran Tujuh. 
http:// www.google.co.id

2 komentar: